Pernahkah anda menerima surat dari anggota legislatif di Indonesia, baik anggota DPRD, DPR RI atau DPD? Mungkin saja di antara kita pernah menerimanya, tapi biasanya itu berupa surat undangan pengantin, ucapan selamat hari raya, atau ucapan turut berduka cita. Saya sendiri belum pernah menerima surat dari para anggota dewan yang terhormat, sementara saya sudah mengikuti pemilihan umum sebanyak empat kali, mulai dari orde baru hingga orde reformasi.
beberapa dari surat yang saya terima dari anggota parlemen Oz |
Selama satu tahun lebih belajar di the
University of Adelaide, saya telah tinggal di dua alamat berbeda. Selama
itu pula, sudah beberapa kali saya menerima surat dari anggota parlemen yang
mewakili negara bagian Australia Selatan, walaupun saya bukan warga negara
Australia dan tidak punya hak pilih. Memang bukan ditujukan khusus atas nama
saya, tapi dialamatkan kepada nomor apartemen yang saya sewa, dengan demikian
tujuannya adalah untuk saya.
Hingga saat ini ada tiga orang anggota parlemen
dari partai berbeda pernah mengirim surat yang sempat saya simpan arsipnya,
yakni Tom Kautsantonis, Steve Georganas, dan Matt Williams. Surat ketiganya
datang dengan bentuk yang berbeda; semacam kartu pos atau brosur. Substansi
ketiga surat tersebut adalah pertama, memperkenalkan diri. Kedua, memberitahu
program kerja yang sudah dilaksanakannya. Ketiga, mengajak warga untuk bertemu
dan ngobrol, bila ada hal ingin disampaikan. Jadwalnya dijelaskan dalam surat,
tempatnya juga tertentu; di kafe, taman, pantai, supermarket, bahkan saking
inginnya memudahkan pertemuan dengan warga, ada pula dijadwalkan untuk bertemu
di perempatan jalan. Bila warga tidak sempat datang saat itu, dipersilahkan ke
kantornya. Alamat kantor ditulis lengkap termasuk nomor telepon dan emailnya.
Cara lain adalah mengunjungi website sang anggota parlemen untuk memberi
masukan. Substansi keempat dari
surat-surat itu, meminta saran atau pendapat dari warga terhadap program apa
yang penting untuk diperjuangkan di tingkat parlemen atau boleh pula sekedar
menyampaikan keluhan.
Di samping berkantor di gedung parlemen, setiap anggota parlemen juga memiliki kantor sendiri di daerah pemilihannya. Masyarakat boleh datang ke kantor tersebut untuk menyampaikan aspirasinya sesuai dengan jam yang telah ditetapkan atau sesuai dengan perjanjian. Selain itu, anggota parlemen juga menampilkan gambarnya di mobil pribadi yang dia kendarai. Menyetir sendiri dan terlihat jelas orangnya, sebab mobil di sini semuanya dengan kaca transparan. Tidak seperti di Indonesia dimana mobil boleh berkaca jendela hitam pekat.
Begitulah diantara cara yang dilakukan anggota parlemen Australia dalam mendekatkan diri atau bersilaturrahim dengan warganegaranya, tidak peduli apakah dalam pemilihan lalu mereka memilihnya atau tidak. Terasa lebih bermakna karena menghormati dan melibatkan warganegara dalam merancang program pembangunan yang akan disampaikan kepada pemerintah. Yang lebih penting adalah, dapat dipastikan, para anggota parlemen tersebut benar-benar memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat seperti terlihat dengan keteraturan dan kenyamanan hidup masyarakatnya. Inilah salah satu penyebab Australia tampil sebagai negara maju dan berperadaban modern. Mungkin ini pula menjadi pembeda dengan negara kita. Bagaimana dengan anggota legislatif di Indonesia? Cara ini patut untuk ditiru.***
Adelaide, 20 Mei 2013
Dr. Nurhira Abdul Kadir
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melaporkan dari Adelaide, Australia Selatan
Dr. Nurhira Abdul Kadir
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melaporkan dari Adelaide, Australia Selatan
No comments:
Post a Comment