Monday 20 May 2013

Adab merokok di Australia

Catatan ini sudah dimuat di koran Tribun Timur, Makassar, edisi Sabtu, 18 Mey 2013



Hampir semua warga dunia telah mahfum bahwa merokok sangat membahayakan kesehatan. Terlebih mereka yang berkutat di bidang kesehatan. Sayangnya, berbagai dalih seperti hak asasi setiap individu, lapangan kerja dan sumber pajak negara menjadi tantangan untuk pelarangan merokok, bahkan jika pelarangan dilakukan oleh negara. 

Gambar kemasan rokok Australia, seram dan menjijikkan.


Pengetahuan tak selalu sejalan dengan perilaku. Kalangan medis saja yang tahu dampat negatifnya, tidak semua dapat menahan diri untuk tidak merokok. Peran negara kita dalam mengurangi kebiasaan merokok sejauh ini belum memadai. Menariknya, karena diyakini sangat membahayakan diri pribadi dan orang lain yang kena asap rokok, maka di negara kita, ada, dan itu pun satu-satunya, organisasi kemasyarakatan Islam yang berani dengan tegas mengharamkan rokok adalah Muhammadiyah. Ormas ini pun harus berhadap-hadapan dengan tantangan dan protes, termasuk penolakan dari warganya sendiri yang sudah ketagihan merokok. Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia, hanya mampu mengharamkan rokok untuk pengurusnya saja.

Bagaimana cara Australia menghindarkan warganya dari kebiasaan merokok? Sebab melarangnya secara mutlak itu mustahil, pemberantasan dilakukan antara lain dengan cara, pertama, dengan mematok harga jual rokok dengan nilai tinggi. Satu bungkus rokok termurah harganya sekitar dua ratusan ribu rupiah. Kedua, rokok tidak boleh dipajang di etalase toko, jadi biasanya disimpan dalam box tertutup di belakang kasir. Ketiga, larangan merokok di berbagai tempat umum dengan denda jutaan rupiah. Dalam hal denda bagi yang kedapatan merokok, tak ada kong-kali-kong. Keempat, melarang toko menjual rokok kepada anak-anak di bawah umur. Pihak toko harus memastikan orang yang membeli rokok itu sudah dewasa, bila perlu memeriksa identitasnya. Di negara kita, tidak jarang orang tua menyuruh anaknya yang masih kelas satu sekolah dasar membelikannya rokok. Kelima, kemasan rokok bergambar seram. Misalnya, gambar paru-paru membusuk atau penderita kanker. Keenam, melarang penayangan iklan merokok baik di media atau ruang publik dan melarang perusahaan rokok menjadi sponsor kegiatan. Bandingkan dengan di negara kita, sebagian media massa menjadikan iklan rokok sebagai sumber penerimaan utama dan para mahasiswa dengan senang hati berlomba-lomba membuat kegiatan yang didanai perusahaan rokok.

Bagi perokok Australia, merokok memiliki adab atau etika tersendiri. Tak pernah saya melihat ada orang merokok di tempat-tempat umum secara mencolok. Kalaupun mereka merokok, maka dia mencari tempat yang jauh dari orang lain. Kemarin misalnya, saya datang ke sebuah halte, di situ ada pemuda yang sedang merokok seorang diri dekat halte. Dia segera menjauh beberapa meter, mempercepat hirupan rokoknya, lalu mematikan dan membuang puntungnya ke tempat sampah. Di dalam rumah pribadi saja tidak semua ruangan boleh merokok. Sebab setiap rumah sudah dipasangan alarm anti asap. Begitu ada asap, alarm berbunyi, petugas pemadam kebakaran akan datang.
Ada seorang kakek yang berusia sekitar 80 tahun tetangga saya. Saya sering perhatikan dia keluar rumah pergi ke taman luas dan terbuka yang sepi tak jauh dari apartemen kami. Di situlah dia merokok. Kalau saya mampir sekedar menyapa, maka dengan cepat dia matikan rokoknya. ***


Adelaide, 18 Mei 2013
Dr. Nurhira Abdul Kadir
Dosen Fakultas Kesehatan UIN Alauddin Makassar melaporkan dari Adelaide, Australia Selatan



No comments:

Post a Comment