Friday 31 May 2013

Etos Kerja Warga Australia


Mengapa negara Australia yang wilayahnya begitu luas dan penduduk jauh lebih sedikit dari Indonesia dapat dengan cepat menjadi negara maju? Satu antara penyebabnya yang dapat saya amati selama satu tahun lebih menempuh studi di the University of Adelaide adalah karena etos kerja warga negaranya yang penuh tanggung jawab. Selain bertanggung jawab, warganya juga tampak sangat senang mengerjakan pekerjaan mereka, apa pun pekerjaan itu.



2 Gambar rumah tetangga kami di wilayah Mile End dalam proses pembangunan. Dalam kesempatan itu saya bisa melihat lebih dekat bagaimana tukang batu dan tukang kayu Australia bekerja secara disiplin.


Ada tiga contoh etos kerja warga Australia yang dapat saya kemukakan di sini. Pertama, tukang bangunan atau tukang rumput. Saya perhatikan sebelum pukul delapan pagi, para pekerja sudah berada di tempat dan siap bekerja, meskipun dalam cuaca yang kurang bersahabat dan suhu udara yang sangat rendah. Mereka tetap bekerja, kadang sambil memutar musik untuk menghibur diri. Bandingkan dengan tukang di negara kita. Tiba setelah jam delapan, baru mau masak air untuk bikin kopi. Belum lagi urusan lain, yang dapat menghabiskan waktu. Begitu juga ketika akan pulang jam empat, satu jam sebelumnya biasanya mereka sudah berkemas ini dan itu atau pura-pura sibuk dengan urusan lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaannya.

Kedua, tenaga medis. Setiap saya mengantar anak ke sekolah, saya melihat sebuah klinik gigi yang dindingnya terbuat dari kaca tranparan. Jadi mereka terlihat jelas dari luar. Jam delapan pagi, dokter dan perawat sudah berada di dalam klinik, mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah itu mereka sudah siap menerima pasien. Bandingkan di negara kita. Saya pernah bekerja sebagai tenaga medis dulu di satu Puskesmas. Karena “sistem” yang sudah terbangun dari awal, kadang kami baru bisa menangani pasien secara sempurna pada jam sembilan pagi. Belum lagi harus kita akui, banyak urusan-urusan kita yang tidak berkaitan dengan tugas pokok justru dibawa ke tempat kerja, misalnya membagi undangan pengantin dari keluarga pejabat kecamatan atau pimpinan di kantor dinas, mengurus jadwal arisan, pesta rujak, kapurung dan lain-lain pada jam kantor.

Ketiga, guru. Ketiga anak kami bersekolah di Cowandilla Primary School. Mereka masuk kelas pukul 08.45 pagi. Setiap saya antar anak ke sekolah sampai ke ruang kelas, gurunya sudah ada dalam kelas dan menyambut kami. Guru mengajar anak-anak dengan penuh kasih sayang. Ketika anak-anak akan pulang sekolah, guru tetap mendampingi mereka di pinggir jalan hingga semua orang tua datang menjemput. Guru tidak akan meninggalkan anak-anak kalau orang tuanya belum datang. Jika waktu penjemputan anak berakhir, serah terima anak akan dilakukan dengan pihak penitipan anak di sekolah. Satu hal lagi, sepanjang yang saya ketahui di sini, tidak pernah ada kasus guru memukul muridnya, senakal apapun.
Inilah tiga jenis contoh etos kerja warga Australia. Seingat saya pada pertengahan tahun 1990-an, tentang etos kerja ini sering diseminarkan di Indonesia termasuk di Makassar. Barangkali perlu dibuka kembali hasil seminar tersebut dan segera disosialisasikan untuk dapat diaplikasikan oleh seluruh warga negara kita. Tentu, lebih baik jika dimulai dari pemimpinnya. ***

Adelaide, 30 Mei 2013


Tulisan ini sudah dimuat di koran Tribun Timur, Makassar, 31 Mey 2013, halaman 23

No comments:

Post a Comment