Monday 20 May 2013

Sumur Koin untuk Berdoa di Hahndorf

Catatan ini sudah pernah dimuat oleh koran Tribun Timur, Makassar, 13 Mey 2013




Hahndorf merupakan sebuah perkampungan yang terletak di pegunungan ke arah tenggara Adelaide, Australia Selatan, sekitar 1 jam perjalanan naik bus. Kami ke Hahndorf bersama keluarga kemarin.
Kota kecil Hahndorf adalah pemukiman warga keturunan Jerman. Tempat ini dirintis sekitar tahun 1838 oleh orang-orang Lutheran Jerman yang terusir dari kampung halamannya. Nama distrik ini bersumber dari nama kapten kapal yang mempelopori keberadaan perkampungan itu di masa silam. Maka tak heran bila sebagian besar penduduknya merupakan keturunan Jerman. Di sepanjang jalan dan di depan beberapa bangunan tua, terdapat bendera Jerman berkibar berpasangan dengan bendera Australia. 

Gambar sumur koin di Hahndorf, Adelaide


Sekitar sepuluh kilo meter sebelum masuk ke Hahndorf, kita akan menanjaki pegunungan, melewati, Heysen Tunnel, yakni terowongan sepanjang setengah kilometer yang membelah pegunungan. Walaupun terowongan ini panjang, namun tetap terang benderang, banyak lampu menempel di dindingnya, disertai fasilitas telepon setiap seratus meternya, kemungkinan untuk melaporkan masalah dalam terowongan, jika ada. Terowongan masuk terpisah dengan terowongan dari arah berlawanan. Di kiri kanan jalan, akan melihat pemandangan berupa kawasan hutan yang dipenuhi binatang-binatang liar, seperti kambing hutan, rusa, kerbau, dan kijang.

Sebenarnya pemandangan di sini hampir sama dengan di Malino, dingin, sejuk dan penuh pohon pinus. Jadi apa yang mau dilihat di Hahndorf sehingga terkenal dan menjadi kunjungan para turis? Sepanjang jalan yang kami lalu, yang ada hanya toko-toko souvenir, restoran, bar, gazebo, dan pohon-pohon dengan daun yang berwarna-warni atau autumn leaves. Inilah yang menjadi daya tariknya, disamping nilai sejarahnya karena tetap mempertahankan bangunan yang sudah ratusan tahun dan bernuansa Jerman. Beberapa pohon dedaunannya sudah habis berguguran, tinggal ranting-ranting yang kosong. Di beberapa tempat, masih kelihatan daun yang berwarna kuning, merah hati, merah muda, hijau muda, dan coklat.

Ketika akan shalat, tak ada musholla. Wudhu pun di toilet umum. Jadi kami memilih sholat di areal public parking, tak jauh dari the Manna Hostel. Malumlah, Australia ini sangat menghormati kebebasan beragama, pemerintahnya tidak mencampuri urusan beribadah umat. Hanya yang agak aneh adalah di pinggir jalan, persis di belakang halte bus  55, ada sumur berdoa dengan kedalaman kurang dari tiga meter. Sumur ditutup ditutup dengan terali besi. Siapa saja yang ingin berdoa, datang ke sumur ini dengan syarat memasukkan koin dollar, berapa saja, lalu berdoa. Doa apa saja yang diinginkan.***

Adelaide, 12 Mei 2013
dr. Nurhira Abdul Kadir
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar / Mahasiswa di School of Population Health and General Practice, the University of Adelaide, melaporkan dari Adelaide Australia Selata

No comments:

Post a Comment