Tuesday 23 October 2012

oktober



: Bakung

semakin dekat, langkah semakin gegas di ayun.
gemuruh di dada, sungai yang telah lampaui seribu kelok, menujumu, laut.

dan selendang ombak yang memukul-mukul muara
bersorak,

engkau pulang,
engkau pulang,



Veleka Mouth as taken from http://www.visitstrandja.com/images/veleka-river-mouth-strandja.jpg

pada akhirnya setiap lelah membutuhkan malam untuk berbaring.
aku hanya ingin berbaring di sisi-mu.

Friday 28 September 2012

lewati malam dengan angin yang mengingatkan,



00.15 am,
29 September 2012

Di luar angin menggila sejak sore, berpesta di kelapangan udara Australia Selatan.

Australia Selatan,
setiap kusebut kata itu, aku seolah tak sedang di sini, 

menghadapi suntuk hari-hariku bergulat dengan esai yang untukmu mungkin sangat sederhana, hanya untuk mendeskripsikan kehidupan Aborigines dan bagaimana diabetes di kalangan mereka akan dan sedang dilawan.

Aku mendengar angin di luar dan seolah masih kuingat bagaimana angin di Somba.

Mengusik atap seng rumahku dengan sisir-sisir panjang sulur daun pohon kelapa.
Seolah ini malam tahun 90-an ketika aku pulang untuk liburanku yang serba sementara dan aku duduk di meja makan belakang rumah kami, yang jendelanya tak berkaca utuh, dan lubang-lubang lantai mengantar dingin dan udara malam.

Aku di situ membaca buku patologi anatomi dengan tak lupa ditemani buku tulis tebal tempat aku menuliskan perasaan-perasaanku pada orang-orang, bacaan-bacaan dan kejadian-kejadian baik yang hanya berlangsung di kepalaku atau yang betul-betul terjadi.

hahahai..masa yang indah ketika bapakku almarhum masih berada di tengah kami. aku ingat sekali wangi tubuhnya setiap beliau datang menjengukku masih duduk menekuni buku dan aku suka bahwa itu akan membuatnya merasa bangga bahwa kami, anak-anaknya,  bersungguh-sungguh menghargai setiap tetes keringatnya dengan belajar.

Beliau akan lewat, sepulang dari kamar mandi dan menanyaiku,
“Andappaitau namatindo ana’a?” *

Lalu diraihnya kepalaku dan kurasakan dadanya yang  tipis dan hangat, dan beliau berkata,
“tori’ ana’u.. cantik.. kasi bagus iya?! kasi bagus!” **

Sekarang, sudah sangaaaaat jauh dari hari-hari tahun 90-an itu. Dan, hanya ingatan saja yang mengisariku belajar di sini, papa’..

sesekali ia datang lalu memeluk kepalaku, dan kurasakan dadanya yang tipis dan hangat, lalu dia mengatakan,

“tori’ ana’u.. cantik.. kasi bagusiya?! kasi bagus!”

baiklah, pak, saya insya Allah akan kasi bagus,
malam ini di tempat yang pernah kau bayangkan dengan harapan-mu, do’a dan rasa percaya-mu bahwa anak-anakmu akan bisa sampai ke sini.

aku akan kasi bagusi papa’. karena ku ingin di sana, o Allah Yang Maha Mengatur semua kejadian, Allah perkenankan bapak tersenyum dan berbahagia. Amien.

* bahasa Mandar, artinya,  anakku sayang, apa kau belum berniat tidur? 
** artinya kurang lebih,  anakku sayang, cantik, ayo berusaha lakukan yang terbaik.

Monday 17 September 2012

No worries, Satomi, I am fine !




Perempuan Jepang ibu satu anak itu terdiam.


Aku minta maaf, katanya dari seberang telepon, kau ternyata memintaku me-miskol-mu atau mengirimi-mu sms. Aku tidak menyadari permintaan-mu itu.


Aku tercekat.

Kesal, sedih dan marah mengeringkan kerongkonganku. Pertarungan antara sumpah serapah dan kehancuran silang siur siap dimuntahkan. Kuhela nafas yang begitu berat melintasi sempit dadaku. Diamnya dan diamku begitu pekat. Aku mendengar nafasnya menunggu. Berat seperti waktu.

Entah berapa lama, hingga yang keluar justru, “No, that’s okey, Satomi (#). I am fine, please just let me know once the tutorial is already over.


Itu lagi, aku malah membujuknya. Anak itu baru saja meng-kali nol kesempatanku meraih 10 % dari total nilai mata kuliah kami dengan sukses, hanya karena ia teledor tak meneleponku untuk masuk ke ruangan sebelum tutorial dimulai.


Aku menggigil.


Hari itu aku kehabisan dua kesempatan sekaligus. Aku sudah mengalah tak ikut kelas pagi karena tugas kelompok kami mendadak harus diubah pada menit terakhir dan dia dengan seorang kawan lain dalam grup kami, Nanz, dari Mongol sudah angkat tangan tak bisa bekerja dalam kondisi tertekan. Aku pun mengalah mengorbankan tak ikut kuliah pagi.


Tapi sungguh, aku memesannya untuk memberitahuku jika tutorial, sesi berikutnya yang bernilai 10% sudah harus dimulai. Selama mereka kuliah, aku di hub central menyelesaikan tugas kami. Ia kuminta memiskol atau meng-sms karena tak lucu muncul di saat tak tepat saat semua orang sudah duduk dalam kelas. Ia malah tak memberitahuku.


Aku bolak-balik ke sekitar ruangan mereka, Schulz 306a,  tapi pintu yang tertutup rapi itu mendesakku mundur. Serba salah. Kumiskol dia untuk bertanya, tak disahut. Akhirnya aku berprasangka baik mungkin kuliah molor lagi karena sang dosen, Professor kami, kadang suka lupa waktu kalau diskusi sehingga sesi lanjutannya yaitu tutorial kadang molor.


Alhamdulillah, tak lama kemudian ia menelepon-ku, aku lega dan memberesi barang-barangku siap menuju ke ruangan. Apa daya, berita yang kudengar sungguh menusuk, tutorial mereka sudah lebih dari separuh jalan di sana. Bunuh diri untuk muncul ke sana setelat itu.


Mataku nanar oleh air mata kemarahan, sudah mengalah “dilupakan” lagi.

Hatiku hampa setelah memaafkannya dan membujuknya. Ia tak banyak bicara. Perempuan Jepang itu menungguku mengakhiri percakapan. Suaraku kucoba riang, “I am waiting you for rehearsing our presentetation, here in the hub


Sungguh kupakai waktuku untuk menata hati. Pemuda Cina yang duduk di meja seberangku kikuk dan malu. Aku tak tahu bahwa selagi pikiranku demikian blank, mataku ternyata menempel di wajahnya.

Masya Allah, sampai sebegitunya aku dibawa pikiranku. Aku yang tengah sedih kehilangan 10 % dengan cara yang tragis, mungkin malah tengah dianggap kagum dan terpesona pada pemuda berkaca mata itu. Astaghfirullah. Lucunya cobaan ini.


Cara Tuhan menawarkan kesedihanku sungguh lucu. Dengan tanpa sadar aku perlahan dipulihkan-Nya sebagai ganjaran atas mengendalikan kemarahan dan memaafkan kesalahan. Aku mengangguk ramah pada pemuda itu dan kurasa dengan segera, walau tanpa kata, dia tahu, aku tidak sedang terpana tetapi malah sedang mati rasa. Ia hanya nyengir kuda melihatku J


Walhasil, Satomi tiba di hadapanku. Ia minta maaf lagi. Tapi aku sudah mampu mengendalikan diri dan menanggapinya ringan saja. Sudahlah 10 %, melayanglah, tapi presentasi ini harus sukses. Memalukan kalau kita tampil dengan bahasa Inggris yang seadanya begini terus lagi-lagi tak bisa menjawab pertanyaan. Indonesia, Jepang dan Mongol yang mesti menanggung malu.


Aku tak akan bilang siapa yang bekerja keras di antara kami bertiga karena kami bertiga betul-betul habis-habisan. Sungguh bukan hal yang mudah bagi kami membahas ekonomi yang bukan bidang kami, dari teks yang bukan bahasa kami tentang wilayah yang bukan tanah air kami di hadapan orang-orang yang, ya ampun, tahu betul tentang apa kami bicara.


Waktu kelompok di bagi dan kami bertemu, kami kaget betul bahwa kami tak punya satu pun native student di kelompok kami. Kami malah cuma tiga orang. Yang lain 4, bahkan ada yang ber-6.


Waktu Prof. John Moss menyapa kami yang kebingungan, Nanz merangsek protes.

“John, how will we deal with this. We don’t have any Australian in our group.”

Beliau malah tersenyum. “No, that’s perfectly okey. you will be fine.”


Ah, indahnya punya dosen seperti itu.


Demikianlah kami berputar-putar berhari-hari dengan itu semua.  Satu-satu kami cermati peta kota Adelaide membandingkan status sosial ekonomi mereka, fasilitas kesehatan yang ada, masalah kesehatan yang dihadapi. Stau-satu kami coba memengerti laporan keuangan dan rencana anggaran dan belanja Negara bagian Australia Selatan. Befgitulah terseok-seok kami membesarkan hati untuk berani menentukan anggaran yang harus dialokasikan dan sok tau mengoreksi anggaran yang sudah disediakan pemerintah.


Aku gemetar membayangkan bagaimana kalau ada yang bertanya lalu aku tahu jawabannya tapi aku kesulitan menjelaskannya dengan teratur? Atau bagaimana kalau aku tak mengerti apa yang mereka tanyakan karena mereka biasanya bicara kencang dan kumur-kumur? Malunya jika ditanya A lalu kita jawabnya B. Itu presentasi di kelas besar. Sekitar 50 orang  lebih karena kelas ini gabungan antara dua universitas, Flinders dan The UofA.


Sulitnya lagi walaupun sudah memastikan semuanya benar dan siap, pagi sebelum presentasi itu, kami malah mendadak harus bekerja lagi membenahi beberapa data dan analisa yang ternyata tak tepat. Mereka menyerah dan aku yang harus bertahan menyelesaikan, dan kemalanganku selanjutnya ditambahi lagi dengan kehilangan nilai tutorial itu.


Tapi begitulah, perjuangan selalu ada likunya. Alhamdulillah aku tetap bisa menjaga spirit tim agar tetap focus menghadapi bagian terberat yaitu presentasi kami dengan tak menyemprot Satomi habis-habisan walaupun aku punya pilihan untuk itu.


Alhamdulillah, kami masuk ke ruang presentasi tetap sebagai sahabat. Dan Tuhan membalas jerih payah itu dengan manis. Kami presentasi dengan segenap kelemahan kami dan pertanyaan paling sulit yang kami sudah siap hadapi ternyata tak disinggung karena kami sudah terangkan dengan baik dengan data-data ilmiahnya. Tepuk tangan iringi kami selesai presentasi. Prof John Moss tersenyum. Kembali ke tempat dudukku, ketika melewati Bing, seorang kawan Australi yang berimigrasi dari China sempat menggamit tanganku dengan erat,


“Good!” Bisiknya, sungguh membesarkan hati.


Aku terharu mengenangkan perjuanganku menyelesaikan tugas presentasi kami.

Allah sungguh Maha Baik.


Ia mengendalikan kemarahanku, menghiburku dengan canda yang lucu tentang pemuda China yang tersipu itu lalu membiarkan kami menyelesaikan presentasi kami tanpa harus dipermalukan.


Di persimpangan, ketika aku harus berpisah dari Satomi untuk sholat Asyar di Union Building lantai 6, Satomi menggenggam tanganku.


“I’ll cook shushi for you next Monday. I know you don’t eat pork and meat, so I’ll provide it as a vegetarian style for you. “


Perempuan Jepang itu betul-betul ingin minta maaf.


Adelaide, 10.02, 18 September 2012.

# ) Nanz dan Satomi, bukan lagi nama mereka yang asli untuk melindungi privasi mereka,

# ) Professor kami namanya tak kuganti sebagai penghargaan dan rasa bangga saya atas kepribadian beliau yang betul-betul hangat dan baik. 

#) selebihnya, sebagian besar kisah ini benar. Beberapa "bumbu kata" mungkin tidak dikutipkan secara tepat . Sebagaimana laiknya setiap tukang masak meracik makanan mereka dari bumbu dan bahan yang sama tetapi mungkin dengan kadar yang berbeda. Saya hanya ingin pesan sampai dan bukan agar ketepatannya dapat diukur. Jika ada yang salah, semoga Allah mengampuniku.

Tuesday 11 September 2012

Ayam goreng Rappunang

Bahan

Ayam kampung dipotong hingga 8-10 bagian, direbus lalu digoreng.

Bawang merah diiris tipis lalu digoreng sampai garing
merica
bawang putih
lombok besar
terasi
kayu manis

irisan gula merah atau bisa juga kecap
air asam jawa.

Methods

Bawang merah goreng dihaluskan bersama bumbu.
Digoreng  sampai wangi, tambahkan kecap/gula merah dan air asam jawa.

Masukkan ayam goreng dan aduk sampai bumbu merata dan meresap.
Siap hantar!

 


Ikan tomat-tomat

# foto dan detil menyusul.. :P

Bahan:


Tomat
Merica
Lombok besar
bawang putih
bawang merah
Kemiri
Terasi
Minyak goreng
Garam

Ikan dipanggang lalu digoreng. Biasanya ikan tongkol, atau ikan apa aja deehh

Methods

Bumbu dihaluskan, lalu digoreng.
Setelah minyak dan bumbu tampak terpisah,
masukkan ikan,
Aduk beberapa saat sampai bumbu merata.
Siap disajikan.

Adelaide, 12 September 2012, 10.47  am, ACT

To'do' -To'do' Tallo'

 # Detailnya nanti menyusul ya..hahaha :P

# fotonya juga nanti menyusul..walaaaah..walaaaah..

 

Bahan:


Sereh 1 batang
Kemiri
Bawang merah
Bawang putih
merica
lombok besar dibuang bijinya
tomat
bubuk kunyit
garam

Telor ayam rebus hingga matang lalu kupas.
Minyak goreng
Santan
air jeruk atau air asam jawa.

Methods:


Bumbu-bumbu dihaluskan dengan ulekan,
lalu digoreng.

Setelah harum, masukkan santan dan telur, terus aduk hingga santan telur dan bumbu tercampur rata dan mendidih sekitar 10 menit.

Catatan Dari Dapur Ibuku

Masakan Ibu selalu yang terbaik untuk anak-anaknya.

Alasannya berulang dan klise.

"Mereka memasaknya dengan cinta"

Mama, duduk menunggu kedatanganku di Airport Sultan Hasanuddin, Makassar, Juli 2012.

Setiap orang, atau hampir setiap orang, akan selalu mampu melukiskan bagaimana yang terbaik adalah ibu mereka. Berbahagialah para ibu. Surga bahkan berkenan tinggal di telapak kaki mereka.


Mama', ini kuketik saat aku rindu pada-mu.

Masakan Ibuku

Masakan ibuku Hj. Sitti Zainab Mada sangat sederhana. Beliau tidak seberapa suka dengan bawang putih, menghindari MSG (dan saya sangat setuju dengan ini) serta tak banyak memakai rempah.

Saking sederhananya, itulah nilai lebihnya. 

Di meja yang lain orang mendapatkan makanan yang kaya rasa dan rempah, tetapi ketika mereka mampir ke meja makan kami dan menemukan rasa yang tak neko-neko, tamu-tamu kami biasanya akan pulang dengan catatan panjang, resep masakan ibu.

 

Ibu sendiri cukup unik. Sebab walau beliau memasak sendiri masakan itu, kadang beliau sendiri tidak berminat menyantapnya. Beliau sangat pilih-pilih makan dan jadinya repot jika ke mana-mana karena makanan di restoran atau warung makan tak cocok buat beliau. 

 

Beliau tak pernah memasak daging sapi dan kambing di rumah lantaran tak suka baunya, dan jika memasak ayam, mesti ayam kampung. Ayam kampung ini di masak tanpa kepala dan kulit ari. Ketika selesai di masak, yang lain boleh menyantap semua bagian daging ayam tetapi buat beliau sendiri tak banyak bagian yang diminatinya, hanya dada ayamnya.

 

Begitulah ibuku, perempuan Mandar yang sederhana. 

 

Resep yang akan saya tuliskan di sini, kucatat tergesa dengan telepon berpulsa international..Ada beberapa hal yang tak akan akurat di sini. Bahkan ketika di Somba pun, di bawah pengawasan beliau secara langsung, jika aku memasaknya sesuai petunjuk beliau, rasanya koq tetap lain...

Islam Awareness Week 2012, the UofA

Islam Awareness Week adalah ajang tahunan yang digelar oleh komunitas mahasiswa Muslim di berbagai universitas di berbagai belahan dunia. 

Keterlibatan saya dalam kegiatan ini dimulai sejak awal Juni ketika saya memenuhi ajakan kawan via FB untuk mengikuti IAW information session yang diadakan oleh ISSUA (Islamic Student Society of the University ofAdelaide), ini semacam acara kumpul-kumpul untuk menjelaskan apa dan bagaimana itu IAW 2012.

Saat itulah untuk pertama kalinya saya dapat gambaran tentang IAW, dari sister Aishah, seorang mahasiswa asal Malaysia dan Brother Khalil, seorang muallaf Australia yang akhirnya didaulat jadi ketua panitia.

Singkat kisah, saya masuk ke module team yang bertugas menangani kegiatan pada hari H. Tugas tim ini mmenentukan tema acara, menemukan pemateri, menemukan materi untuk dipresentasikan pada pengunjung di berbagai booths, mengatur jadwal acara dan pokoknya memastikan acara akan berjalan dengan lancar.

Suasana sebelum pemateri tampil, panitia dengan seragam hijau sibuk menata setting lokasi dan kamera video.

 

Tim bergerak selama 3 bulan, sponsor diperoleh dari berbagai kalangan, pengusaha, restoran dan organisasi di Adelaide dan wilayah lain di seputar Australia. Dana tambahan diperoleh dari penjualan souvenir, fundraising BBQ dan dana jum’at. Luar biasa kerja keras tim penggalangan dana untuk hal itu.

Alhasil, acara diadakan 5 hari, diawali dengan seremoni pembukaan di 3 September 2012, hingga movie night Kamis malam dan sholat Jum’at di lantai 6 Union Building.

Acara ini dibuka baik ntuk muslim ataupun non muslim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah materi pengenalan Islam oleh pemateri dari Adelaide, Malaysia dan Sidney, termasuk kisah inspiratif  perjalanan ruhani beberapa mahasiswa dalam menemukan Islam.

Mencari Islam, 3 dari 6 mahasiswa yang menceritakan perjalanan ruhani mereka menemukan Islam.

 

Hiburan diisi dengan acara pembacaan puisi yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Khusus untuk ini, saya tampil dengan kawan bangsa lain membacakan puisi itu. Hiburan lain adalah Nasyid dari beberapa brothers asal Malaysia, dan games.

Di sepanjang acara, pengunjung bisa mengunjungi booths, memperoleh buku-buku dan leaflet secara gratis, mendaftarkan nama mereka untuk dilukis kaligrafi oleh seorang brother. Beberapa gadis non muslim bahkan ingin mencoba memasang jilbab di pojok jilbab, Mereka berfoto-foto dengan antusias dengan jilbabnya. Panitia juga menyediakan souvenir. 


 

Selain itu, pengunjung boleh secara langsung memperoleh penjelasan terhadap apa yang ingin mereka ketahui mengenai Islam. Setiap harinya sekitar 5-10 fasilitator siap untuk mendampingi pengunjung yang butuh informasi. 

Seorang fasilitator tengah menjelaskan pada seorang pengunjung


Seorang sister tengah berdiskusi intens dan akrab dengan seorang tamu


Menjelaskan Islam dengan sungguh-sungguh, semoga berberkah

 

Saya sendiri sempat memperoleh kesempatan menjelaskan Islam pada 2 mahasiswa asal Jepang dan satu mahasiswa lokal.



Beberapa pengunjung tampak mulai berdatangan pada pagi terakhir di Mezzanine. Panitia berseragam biru pada hari ke-tiga, siap mengawal acara.

 

Makan siang disediakan bergiliran oleh sponsor seperti oleh restoran Swinging Bowl, Pizza Fel-fella, Marconi dan lainnya. Urusan menyajikan makanan ini digarap dengan penuh dedikasi oleh teman-teman dari divisi logistic. Mengusung tema “Back to your nature”, acara ini berupaya mengklarifikasi miskonsepsi yang terjadi tentang Islam akibat pengaruh media dan stigmatisasi massif yang terjadi selama bertahun-tahun.

Harapannya adalah semoga dengan langkah kecil pemuda muslim ini kesalahpahaman sedikitnya bisa diluruskan dan menjalin hubungan yang lebih harmonis lagi antar sesama pemeluk agama dan dengan kalangan atheis, di kalangan muda Australia atheisme sudah menjadi barang biasa.

Pada hari penutupan diadakan pengundian berbagai hadiah hiburan termasuk yang paling menggoda, iPhone 4. Dari data registrasi pengunjung terlihat tak kurang dari 600 tamu mengunjungi acara yang digelar di Mezzanine Hub level 5 Hub Central the UofA ini. Bahkan setelah penutupan, beberapa fasilitator tampak masih sibuk menemani para tamu yang antusias menanyakan berbagai informasi keIslaman.

Sebagai salah satu penutup kegiatan ini adalah training khusus untuk panitia bersama anggota IICSA (Asosiasi Warga MuslimAustralia Selatan). Pelatihan intensif 3 hari diadakan di gedung Islamic Center Adelaide, 19a Logan Street. Pematerinya adalah Dr. Zachariah Matthew, Direktur Deen Academy, Sidney. Materi yang beliau bawakan sungguh menarik dan menginspirasi untuk mengkaji kembali bagaimana agar semangat berorganisasi bisa disalurkan secara efisien dan efektif.


 

Sungguh, terlibat dalam kegiatan 2012 Islamic Awareness Week the UofA adalah pengalaman yang tak ternilai harganya. Sekalipun tak dibayar dengan uang, tetapi ilmu yang diperoleh, kegembiraan yang dibangun saat menyaksikan kerja keras dan semangat panitia dan kehangatan hati sisters and brothers dari berbagai belahan dunia sungguh menyentuh dan menenangkan.

Ya, di mana pun adalah rumah, jika berada bersama mereka. Besok, acara Final Debriefing Barbeque, acara khusus untuk menghargai kerja keras panitia dan menjadi ajang introspeksi untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan dan merancang kembali, perbaikannya di masa datang. Semoga Allah melimpahkan berkah dan petunjuk-Nya.

Saturday 8 September 2012

Tak sulit jalan menuju Tuhan, tetapi harus berani memilihnya.



Kemaren, 8 September 2012, aku dan teman-teman menghadiri Indopendence Day, perayaan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-67 di Dom Polski Center, Angus Street, Adelaide.

di sela acara Indopendence Day 2012, Adelaide

Dom Polsky Center, Adelaide, before the Indopendence Day event is started, 8 September 2012

Acaranya ramai sekali. Makanan Indonesia disajikan dengan harga terjangkau. Kami pulang pukul 1 siang, dan aku mulai bingung antara ikut teman-teman beramai-ramai hunting foto ke Waite Campus, atau ikut pengajian Leadership Course IICSA di Islamic Center, Logan Street.

mengambil gambar Dr. Zachariah Matthew, direktur Deen Academy, Sidney, dari sudut tempatku menyimak presentasi beliau


Masalahnya, aku akan ke pengajian sendirian saja. Selama ini saya ke sana dengan teman-teman Malaysian students dan dengan demikian saya tak perlu kuatir untuk nyasar. Kelemahanku adalah nyasar. Dan, to be honest, saya sudah sering nyasar saat jalan sendirian di Adelaide.

Akhirnya kuputuskan aku ikut rombongan ke Waite Campus.
Hatiku sedih juga membayangkan tak ikut pengajian. Padahal materi Dr. Zachariah Matthew sungguh luar biasa. Setengah hati kuperturutkan jalan teman-teman, semakin lama, kukayuh langkah semakin berat.

“Hey tunggu,” seseorang dari kami menukas, “kita salah jalan, harusnya ambil bus di arah situ!”

Oh ya?
Rombongan memutar arah. Seseorang dari kami pamit meneruskan jalan, dia mau belajar, katanya, tak mau jalan-jalan.

Aku tertegun. Memandangnya berjalan seberangi jalan.

“Tunggu!” Kataku pada rombongan.
“Kenapa, Hira?”
“Aku tak jadi ikut kalian, aku mau ke pengajian!”

Mereka memandangku tersenyum.

Kami berpisah. Aku meneruskan langkah dengan hati yang lega yang tak dapat kulukiskan. Jalanku ringan, meski kutahu, menuju bus stop terdekat yang ke Islamic Center harus jalan 1,2 km lagi.

Aku baru saja memenangkan peperangan sederhana itu dan itu rupanya melegakan sekali.
Dari Bus Stop VS6 Victoria Square, kuambil bus G20 ke Stop X1 Sturt Street. Sopirnya berwajah Pakistan, ia kuminta menurunkanku di sana, sembari mengingatkan, “I’ve never been there alone before.”

Seturun dari bus, pertolongan Allah menunggu. 3 orang gadis kecil berkerudung berdiri di ujung jalan, seorang dari mereka malah bersedia mengantarku ke Islamic Center.

Setiba di Islamic Center, pizza aneka rasa menyambut, hanya seharga 5 AUD, beserta kopi hangatnya. Acara belum dimulai. Para sisters sudah duduk dalam ruangan.

mengenang kunjungan pertama-ku ke Islamic Center ADL, malam 4 September 2012, berfoto bersama istri Brother Hani, pimpinan Islamic Center Adelaide. Pictured by my sister Aishah.


Subhanallah, tak susah jalan menuju Tuhan.
Tetapi butuh berani dan tegas mengatakan pilihan.
Dan sekali engkau memilihnya, ya Allah, damainya…