Tuesday 24 April 2012

musim gugur menghampir


Minggu inilah tepatnya musim gugur menghampir.
Jalanan penuh guguran daun.
Udara dingin.
Hujan pun turun sebentar dan sebentarnya lagi.
Setiap angin bertiup,  udara menikam ke tulang.




Mungkin engkau pernah tahu di mana sebuah tempat bernama rindu bisa dibekukan.
Mungkin mereka dibekukan dalam mata-mu.
Dan dicairkan di jalan itu. 

Tak apa, tak ada yang perlu dikuatirkan. Wajah-wajah berlalu seperti topeng tanpa karsa. Tak ada persinggungan antara duka-mu dan duka mereka. Jadi tak mengapa bahwa pada suatu ketika itu, saat tidak ada yang lebih jelas daripada batu dalam dada-mu. Batu yang mungkin bukan sekedar rindu. Batu kelelahan.

Kau biarkan seribu anak sungai beruraian dari sana. 




Juga tak apa kalau  selalu saja ada jalan-jalan di awal malam, ketika lampu-lampu mulai dinyalakan dan langit menggelap, engkau harus memalingkan wajahmu ke jalan di luar jendela bus. Dan tangismu disuarakan. Dengung sajalah sepuasmu, karena deru mesin akan membawanya pada malam. Dan malam tak peduli. Dan bukankah indah persinggungan antara cahaya dan buliran air yang mengambang di mata-mu? Kristal warna-warni yang mengurai cahaya. Ada dan tiada. Sesuatu yang bisa kau halau sekali tepis dari mata-mu dan engkau senang bahwa masih ada yang bisa dihalau dari kesedihan yang itu.

Tak usah. Jangan kau peduli bahwa kau kau tahu semua orang bergegas di sekitarmu pulang untuk memeluk putri mereka yang paling kecil dan menidurkan mereka. Mereka pulang untuk mengecek, PR apa yang anak mereka bawa pulang hari itu.

Dan sekali tak usah kau hapus airmata itu.
Terima sajalah seperti daun-daun menerima jatuh dan berserakan di jalan itu.
Ini sudah tiba musim gugur.
Mata-mu tak mengenal musim, tapi.
Rindu tak mengenal waktu dan permisi. 


Semua pun mahfum, apa yang kau panggul di pundak-mu. Semua pun mahfum, tak mungkin kau baik-baik saja. Tetapi jika seseorang tiba pada pertanyaan apa kabar, maka jawabannya tentu dan pasti, baik-baik saja.



Daun-daun jatuh dan terus jatuh. Di sepanjang musim ini, sebelum musim dingin merontokkan helai terakhir, menenggelamkan mereka ke dalam kekeringan yang beku. Dan burung-burung yang menandai pagi tak berkicau di pokok-pokok pohon sebelah rumah. Tak apa kau tetap menangis.


Tak mengapa kau baui betapa wangi air mata itu sembari kau nyalakan laptop dan berkicau tentang sarapanmu hari ini. Apa kabar Athirah, Sudah sholat Luqman, bagaimana pelajaranmu Fauziyah?




Daun-daun terus berguguran. Berguguran. Rindu batu tak kenal musim.

Bagot. Surrounded by heater voice. 24 April 2012

No comments:

Post a Comment