Wednesday 11 April 2012

merindukan Somba, tanah kelahiran-ku


Merindukan Somba itu semacam penyakit kambuhan. Dalam dunia medis, dikenal istilah penyakit kronis. Penyakit kronis ini istilah awamnya penyakit menahun. Termasuk-lah di dalamnya penyakit yang orang awam bisa menyebutnya penyakit gula atau diabetes, penyakit garam eh..darah tinggi, dan penyakit minyak alias gangguan kolesterol, atau penyakit lainnya. Penyakit kronis biasanya mengalami pasang surut serangan. Jadi merupakan bahaya laten. Tak pernah sembuh sempurna. Hanya bisa mengalami fase tenang, atau fase serangan alias kumat atau istilah kedokterannya lagi mengalami fase eksaserbasi akut.

Jadi, merindukan Somba, buat saya, adalah 'penyakit kronis' yang sesekali kumat, masuk ke fase 'eksaserbasi akut'.

Merindukan Somba di kala jauh bisa jadi masalah, sekaligus bisa jadi berkah. Masalah karena tak bisa diterapi dengan segera, berkah karena dengan adanya Internet, saya bisa menjelajah Somba dan menihat-lihat gambarnya, belajar beberapa hal terbaru tentangnya dan mengerti lebih banyak. Begitulah umumnya rindu bisa menumbuhkan beberapa hal.

Penelitian Tentang Somba

1. Penelitian Tentang Air Bersih di Somba

Salah satu hal yang segera kutemui adalah cerita tentang penelitian kawan kita di BPPT, pak  Arie Herlambang, 2003. Beliau mendapati Somba sebagai lahan kering di mana masyarakat sulit mendapati air.

Sumber air masyarakat, kata beliau, adalah air dari tanah dangkal dan PDAM yang hanya mampu mensuplay air dengan kecepatan alir 5 liter per detik alias 432 liter per hari (tak jelas nilai ini untuk seluruh pelanggan atau untuk tiap pelanggan secara rata-rata).

Sebagai warga Somba (# hm, hati-hati ibu Hira..sebagian pengalamanmu itu riwayatnya dari kisah 20 tahun lalu, sudah kadaluarsa, out of date!!!!) saya ingat tak kesulitan mendapat air bersih, sumur kami banyak air. Tetapi memang belakangan, jika pulang libur, dan ini era 2010-an lho, kadang setelah beberapa kali orang mandi, mencuci, memasak dan aktifitas pagi lainnya, sumur kami yang mensuplay air untuk sekitar 3-4 rumah tangga biasanya sudah kering. Harus menunggu sekitar 1-2 jam untuk kembali berisi.

Tentang PDAM, saya ingat persis 20-an tahun silam Bapak (almarhum) memasang sambungan PDAM ke rumah kami. Betapa senangnya punya ledeng, begitu warga Somba menyebut air yang disuplay PDAM.

Tiap hari, kami muncrat-muncratan air di halaman, bahkan abang saya sempat membuat kolam ikan artifisial dan memainkan kapal-kapalan buatannya yang bergerak dengan dorongan dinamo batrei. Ide hebat yang dipraktekkan anak kelas 3 SMPN Somba, (SMP sangat kampung di era 90-an!) dari buku bacaaan fisika-nya (Saya masih tertegun mengenang itu, Wamm !)

Tapi itu tak sebulan, karena kemudian airnya berubah coklat, keruh, lalu alirannya lambat, "kencangnya seperti aliran kencing,' kata tetanggaku di kala itu. Dan pada akhirnya, kami tak pernah lagi dapat aliran air dari pipa ajaib itu dan periode muncrat-muncratan pun berakhir dengan kelegaan ibu kami lantaran tak perlu lagi berteriak histeris memperingatkan kami untuk berhenti.

Tetapi itu-lah kisah air versi warga lokal. Kisah air versi peneliti lain lagi. Peneliti mencermati air Somba dalam kondisi kritis. Bahkan dikenalkannya alat yang disebut Sarpalam (Saringan Pasir Lambat, Slow Sand Filter), alat yang dimodifikasi sedemikian rupa agar mampu menyediakan air bersih dengan cara menyaring air daru sumber air yang ada dengan memakai bahan dan peralatan yang bisa didapat dengan mudah di Somba.

 Yang menjadi pertanyaan apakah saudaraku di Somba mengetahui hasil penelitian ini? Mudah-mudahan, kalau tidak, saudaraku bisa mengklik link ini.

2. Penelitian Tentang Ikan Terbang

 Ikan terbang Somba adalah maskot. Kebanggaan dan kerinduan.
Gambar 2. Ikan terbang, dengan nama ilmiah exocoetidae, panjang, ramping, sisik perak dengan mata bulat.

Ikan terbang pernah diliput dengan manis di Kompas.
Gambar 3. Tampilan menggoda ikan terbang panggang. Di kampung ini warga menyebutnya, banggulung tapa, pada tahun 2000-an awal harganya tak lebih dari Rp. 100 per-ekor.

Dua orang mampir ke warung di Labuang, Somba, dan menceritakan pengalaman dan kesannya mencicipi ikan terbang, ikan yang harganya murah dimakan dengan jepa, sungguh meriah dan mengenyangkan.






Gambar 4. Kurasa beliau inilah 2 orang yang menulis artikel tentang ikan banggulung tapa di Kompas. Menikmati ikan terbang asap di salah satu warung di Somba. Di atas meja terhidang antara lain buras, jepa dan gogos.


Gambar 5. Sibuk mengipasi bara pattapang. Sabut kelapa kering memberi aroma khas pada ikan panggang ini. Ikan terbang segera siap disantap panas-panas.

Lalu ikan ini juga menarik perhatian adek kita, Murniaty, mahasiswa ilmu kelautan, Unhas. Pada tahun 2010, ia berangkat ke Somba untuk melihat penangkapan ikan terbang. Adek ini meneliti bagaimana menangkap ikan terbang dengan efisien dan tetap mengedepankan unsur ramah lingkungan. Alat yang disarankan adalah "Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut".

Gambar 6. Gambar alat tangkap Jaring Insang Hanyut, dianggap sebagai alat tangkap tradisional tetapi terbukti merupakan alat tangkap ramah lingkungan.


Luas sekali masalah penangkapan ikan terbang dibahas di skripsi-nya. Jika ditelusuri, bisa memberikan pemahaman yang lengkap tentang  alat tangkap jaring insang hanyut, dan penjelasan yang mendalam tentang mengapa hasil tangkapan ikan terbang para nelayan bisa naik turun dan bagaimana jalan keluarnya untuk meningkatkan hasil tangkapan tersebut. Ada pula grafik-grafik menarik tentang naik turunnya hasil tangkapan sepanjang periode tahun 2000-an dan alas an dibalik kenaikan dan “keturunannya”. Apakah saudara-ku para nelayan di Somba pernah membacanya? Mungkin belum, ini link-nya.


3. Kabar prestasi
Kurang kita bicara Somba tanpa melihat mutiara prestisius dari pedalaman kecil ini. Perahu Somba, misalnya. Masa kecil kami bersaudara kental dengan cerita perahu Somba. Musim liburan, inilah masa paling indah untuk berenang sekitar perahu kecil nelayan Somba. Nelayan Somba biasa disebut dengan nama yang berbeda. Musim ikan terbang jenis tui-tuing, mereka disebut dengan “pattui-tuing”, musim ikan tembang, “pattembang”, dan nama mereka terus berganti sesuai hasil tangkapan mereka. Musim cumi, nelayan yang sama menjadi "paccumi'" yang tak pernah kudengar adalah musim ikan seribu, di wilayah kami disebut pandeangang peja, tetapi nelayannya tak pernah disebut 'pappeja'.

Kembali ke perahu Somba.

Gambar 7. Gambar  dua perahu Somba dengan latar belakang pulau Tai Manuq. Tai Manuq dalam bahasa Indonesia berarti tinja ayam. Penamaaan pulau konon diambil dari cerita bahwa pulau tersebut dipercayai tumbuh dari kotoran ayam milik seorang raja yang dikagumi dalam legenda masyarakat Mandar.


Cerita tentang perahu Somba bukan kepunyaan kami orang Somba semata. Konsep perahu Somba mulai dilirik di luar kabupaten bahkan di luar Propinsi. Atau bagaimana dengan prestasi sumber daya manusia-nya. Yang terdekat, ingin kusebut kakanda Professor Muris, dosen Fisika Universitas Negeri Makassar, beliau berasal dari Tinggas, sungguh membanggakan hati putra Somba jadi Professor. Atau Prof. Saeruddin Mandra, yang juga berbakti di UNM Makassar. Atau bibit baru tumbuh, ananda M. Dani Assegaf (8 tahun), siswa kelas 2 SDN III Somba, Kec. Sendana yang berkiprah dalam lomba Olimpiade Sains Kuark. Sungguh membesarkan hati. Saya akan menulis tentang mutiara-mutiara Somba ini suatu waktu untuk menginspirasi khalayak, khususnya untuk tumbuhnya kampung kelahiran-ku. Somba, tunggu kisahmu ya.

Reference List :
Cerita-ku kali ini diperkaya oleh gambar dan berita yang kuambil dari sumber berikut ini. Terima kasih dari Hira, semoga Allah membalas jerih payah kalian, kawan.

2.      Murniati. Potensi Dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Terbang (Exocoetidae) Di Perairan Majene, Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat, Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas. Makassar.  2011.  Available from : http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/142/SKRIPSI%20LENGKAP.pdf?sequence=3, Viewed on : 12 April 2012.
3.      Sidik Pramono dan Heru Margianto, Ikan terbang mendarat di Somba. Kompas.com, edisi 18 Mey 2008. Available from : //travel.kompas.com/read/2008/05/18/08130770/Ikan.Terbang.Mendarat.di.Somba. Viewed on 12 April 2012.
4.      Perahu Somba Diminati Pelaut Dari Luar Sulbar, Antara News, 17 November 2009 23:08 WITA, Available from: http://makassar.antaranews.com/berita/10578/perahu-somba-diminati-pelaut-dari-luar-sulbar. viewed on 12 April 2012.
5.      Israr Ardiyansyah, “Dorong anak Indonesia berani bercita-cita tinggi”, Blog Indonesia Mengajar, 26 Juni 2011. Available from: http://indonesiamengajar.org/kabar-terbaru/dorong-anak-indonesia-berani-bercita-cita-tinggi, viewed on 12 April 2012.
6.  Jaring Insang Hanyut, available from :  http://3.bp.blogspot.com/_xBP4Fge9qiU/SlhqDBfofBI/AAAAAAAAAEY/37SJrV8otDQ/s400/purseillustccc.jpg, Viewed on 14 April 2012.
7. Tri Suharman, Panorama Tinja si ayam jago, Available from: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq8jPMhTXVYNeGjJ077fWQLKh310w88Q6isluvcNiI5-HYNMVobJNPpLrxT2nbLuQlKpJRdwLxkTbso1WVRXj6z_klUOF7F5Wm8veWwRfEHt8yUJ8DMtM-kDv595X8SwgdJ5RM3X3w4Qk/s1600/okmantap.jpg. Viewed on 14 April 2012.

3 comments:

  1. hehe..banggulung tapa..tawe' de...andai mala niware..salama' kangeng..

    ReplyDelete
  2. Sombaaaaaa....

    Btw, gambar 6 sepertinya bukan drift gill net, tapi lebih mirip purse seine. Kalau gillnet, lebih tradisional, seperti yang biasa disira' sepanjang pesisir somba.

    Kapaaan yah pulang!??

    My home town, seperti lagu favorit yanggi:
    http://www.youtube.com/watch?v=nL49yZNE4yk

    ReplyDelete
  3. terima kasih infonya....
    sangat menarik dan bermamfaat....
    mantap....

    ReplyDelete