Sunday 31 August 2014

Acara Permak Kasur di Hari Minggu

Hari Minggu yang cerah,
pukul delapan pagi,
seluruh bantal mejeng di teras. Sun Bathing.

Lalu di pintu pagar, masuklah sebuah motor bebek. Itu Mas Kasur yang kupesan datang pagi-pagi sudah tiba.
Dengan segera, setelah menggelar tikar dan menambahnya dengan potongan kardus, di ruang bawah rumah kami, Mas Kasur duduk menghadapi tiga buah kasur yang kupesan untuk dibuat jadi satu kasur, ukuran King.

Pret Pret Pret. Gunting menggesek kain kasur yang nampak robek dengan mudah. Kapuk terburai, serpihnya melayang ke mana-mana. "Jangan menjemur pakaian dulu, Bu." Pesan Mas Kasur sebelum bekerja tadi.

Saya ke atas memesan teh manis untuk Mas Kasur pada tante. Memindahkan kue-kue dari kaleng Khong Guan ke dalam toples. Lalu turun lagi dengan bantal-bantal tua.

"Mas, nanti ini juga diservis, ya Mas," Pesanku.

Anak-anak yang turun untuk main di halaman kuhalau kembali ke rumah. Debu kapuk sudah mengelilingi kami. Lalu mas kasur istirahat sejenak minum teh, sambil melanjut pekerjaan kami ngobrol.


Seorang anak bermain panjat kasur, satu pagi di musim dingin, di wilayah Broklyn Park, ADL.



Ngalor ngidul. Mulanya, saya bercerita tentang lokasi transmigrasi. Tentang sebuah kota kecil bernama Wonomulyo, di Sulawesi Barat. Tentang keuletan teman-teman saya yang orang Jawa dalam mencari rezeki. Lalu saya pun tahu bahwa, Mas Kasur ini ternyata sudah 15 tahun di Makassar.

Ia menceritakan hidupnya dengan gembira walaupun jika kusadari lebih jauh, pastilah berat hidup seperti Mas Kasur, terpisah jauh dari keluarga. Keluarganya diSragen, istri dan kedua puterinya.
Putrinya yang tertua, sudah masuk pesantren setingkat SMP, di sana belajar kitab kuning. Putrinya yang kedua, mau masuk SD. Sambil merawat putrinya itu, sang istri kadang bekerja sebagai buruh tani.

 Keluarga kecilnya itu belum pernah ikut ke Makassar, kecuali sang istri yang sempat datang ke Makassar. Mas Kasur baru semingguan tiba di Makassar, barusan mudik dari Jawa. Katanya, ke sana naik kapal sampai Surabaya, lalu naik bus 8 jam-an ke Sragen. Sragen Asri, kata bapaknya anak-anak yang nimbrung, ikut menambahi.

Mas Kasur, bekerja dengan gembira. Ia biasa beredar setiap hari mencari pelanggan hingga ke daerah Pakkatto', Gowa. Itu jarak yang cukup jauh dari kost-an-nya di Karuwisi. Tak lama setelah merampungkan permak kasur seharga 270 ribu rupiah, dan membuat bantal 8 biji seharga total 160 ribu, ia pamit mau ke SMA 10, sekitar Bapelkes AQntang Makassar karena mau bekerja lagi di sana.

Ia menyelesaikan pekerjaan itu sekitar 2 jam. Ketika pamit, kami meminta nomor teleponnya. Mana tau besok ada kasur mau dipermak, atau ada teman menanyakan servis kasur pula.

Lalu kami tanya namanya. "Tulis saja mas kasur, pak" Katanya pada suamiku.
"Kalo boleh namanya juga, pak, biar lebih kenal. Nanti ada mas kasur lain."Kata suamiku.

"O iya, ini ditulis saja Mas Warto. Namanya Jawa sekali toh. Pokoknya kalo nama orang jawa itu ada bunyi to, no, yem..."

O iya lah. Senang berkenalan denganmu mas Warto. Mudah-mudahan selalu dimurahkan rejeki oleh Allah SWT sehigga bisa sering-sering kunjungi keluarga di Jawa. Amin.

Sunday 24 August 2014

Lokakarya Persiapan Pembukaan Prodi Kedokteran UIN Alauddin Makassar

Hari ini, hari yang bakalan sangat panjang.
Dalam undangan yang disebar minggu lalu dan ditandatangani oleh Bapak Drs. Wahyuddin G., M.Ag, Wakil Dekan III FKIK UINAM yang bertugas selaku kuasa dekan, disusuli tak kurang dari 5 sms mengingatkan tentang pentingnya acara ini, pertemuan ini akan berlangsung dari pukul 08.O0 hingga pukul 22.00.

14 jam! Wow!

Acara berlangsung di ruang Krakatau, lantai 3, Hotel Horizon Panakkukang, Jl. Boulevard, Makassar. Hotel Horizon yang ini, rupanya hotel baru. Lokasinya di jalan Boulevard, Panakkukang. Tak jauh dari hotel Grand Asia, lokasi lokakarya sebelumnya untuk prodi kedokteran. Beberapa peserta pake nyasar dulu baru dapat lokasinya, termasuk saya yang diantar suami tercinta.

Syukurlah, di lokasi langsung dijemput petugas hotel yang ramah :)
Ditanyain mau ke ruangan apa, ditunjukin arah lift, pas nyampe lantai 3, di depan ruangan sudah ada mbak-mbak yang maniiiiis - duduk menyambut bukain pintu. Hotel yang ramah ya :)

Suasana Lokakarya, pemaparan pak dekan tentang Bakordik.


Acara dibuka oleh Wakil Rektor I, Prof. Ahmad Sewang, mewakili pak Rektor yang sedag dalam perjalanan ke Sudan. Acara didampingi oleh Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UINAM, Bapak Dr. dr. A. Armyn Nurdin, M.Sc. Hadir dalam acara adalah tim perumus dokumen pebukaan prodi kedokteran (Borang dan Proposal), wakil dari rektorat dan tim penjaminan mutu universitas serta pejabat fakultas,

Acara berlangsung dengan diskusi panjang termasuk merumuskan struktur organisasi program studi, penyempurnaan dokumen dan masukan dari berbagai pihak termasuk dari pihak pengampu, Universitas Hasanuddin.

Selamat, semoga meraih keberkahan dalam ber-lokakarya.

Saturday 9 August 2014

Beberapa sumber kesalahan dalam melakukan tes Hb Sahli

Pengukuran kadar Haemoglobin dalam darah sudah sangat maju di saat sekarang ini. Peralatan pengukurannya pun sudah ada di berbagai sentra pelayanan kesehatan masyarakat, baik di tingkat praktek dokter, bidan, atau di institusi pelayanan kesehatan milik pemerintah.

Upaya mengestimasi kadar Hb dimulai sejak puluhan tahun silam. Salah satu peralatan yang pernah dikenal dalam sejarah adalah metode Sahli. Metode ini, di beberapa negara sudah tidak dipakai lagi. Di pusat pelayanan kesehatan modern di Indonesia, sekitar awal tahun 2000-an, pengukuran Hb Sahli rutin dilakukan pada semua ibu di ruang partus. Hal tersebut dilakukan sembari menunggu hasi pemeriksaan Hb dari laboratorium Patologi Klinik.
Saat ini pengukuran dengan cara Sahli perlahan mulai ditinggalkan di mana mana sebab, seperti diungkap di berbagai jurnal, metode ini
 sangat rentan untuk mengalami kesalahan.


Seorang mahasiswi tengah menjalani ujian laboratorium, Sabtu pagi, 9 Agustus 2014 di Makassar

Meskipun demikian,
Estimasi kadar Hb Sahli masih tetap diajarkan dan diharapkan untuk dikuasai oleh bidan sebab di tempat tempat seperti wilayah terpencil dan akses pelayanan kesehatan di institusi milik pemerintah sulit dijangkau, pemeriksaan Hb dengan metode lain sulit dilakukan. Sejauh ini, peralatan pengukuran Sahli yang mudah dibawa, ringan dan alat plus bahannya masih dapat dijumpai di toko peralatan medis menjadi satu, kalau bukan satu-satunya yang paling praktis untuk dipergunakan. Sayangnya, dalam suatu ujian, terkadang kemahiran melakukan cara ini tampaknya yang paling sulit dikuasai.Banyak kesalahan yang dilakukan selama prosedur pemeriksaan tersebut yang keseluruhannya berakibat sulitnya memperoleh data yang akurat tentang kadar Hb ibu.Kesalahan yang kerap terjadi, misalnya:

  • Mengisi larutan HCl 0,1N kurang atau lebih dari yang diminta
  • Kesalahan

dalam pengisapan darah perifer, misalnya berupa terhisapnya udara ke dalam pipet sehingga sulit menentukan jumlah darah yang diambil apa sudah cukup atau tidak. Jika terjadi hal demikian, sebaiknya prosedur pengambilan darah diulang dan pastikan mulut pipet sepenuhnya terbenam dalam darah di ujung jari.
  • Lupa mengusap sisa darah di ujung pipet sebelum dicelup ke dalam tabung Sahli
  • Pipet menyentuh dinding tabung sebelum dicelup ke dalam larutan HCl sehingga sebagian darah tertinggal di dinding pipet sebelah atas dan tak pernah menyentuh HCL.
  • Salah menginterpretasi warna larutan.
Kesalahan seperti disebutkan di atas sangat potensil mengubah hasi pemeriksaan Hb sehingga tidak akurat. Jika jumlah darah yang dilarutkan kurang dari ketentuan, alat bisa memberi hasil seolah ibu anemi. Jika sebaliknya, hasil Hb ibu bisa tampak seolah normal atau melebihi normal.Kesalahan seperti ini bisa diatasi dengan berlatih. Kesalahan pengambilan darah misalnya bisa diatasi dengan berlatih melakukan pemipetan cairan dengan memakai cairan berwarna. Tak perlu harus darah dulu. Lalu belajar memasukkan cairan dalam tabung tanpa tertumpah.Jika sudah mahir, seorang boleh meminta voluntir untuk menyumbang darahnya. Kalau perlu, melakukan tes Hb dengan cara lain yang lebih akurat terlebih dahulu di lab standar yang ada. Hasilnya lalu dicocokkan dengan prosedur pemeriksaan cara Sahli.Dengan cara demikian, bidan dan petugas kesehatan lainnya dapat lebih terampil dan lebih akurat dalam memeriksa Hb pasien.

Bakung, 9 Agustus 2014, catatan kecil untuk 2 rekan kecilku yang masih perlu mengulang dalam ujian laboratorium mereka hari ini.



























Thursday 7 August 2014

Reuni 20 Tahun Ikatan Alumni '94 SMA Negeri 1 Majene


Foto bersama alumni '94 SMA Negeri 1 Majene, 31 Juli 2014. Dokumentasi milik bu Sri Hamdani.

Pekan lalu, 31 Juli 2014, anggota Ikatan Alumni ’94 SMA Negeri 1 Majene berkumpul di Restoran Dapur Mandar Pamboang untuk suatu hajatan yang dinanti-nantikan, Reuni 20 tahun lulus SMA.  Saya masih ingat bagaimana IAL dibentuk untuk pertama kalinya di rumah teman kita Andi Nurlaylah Ahmad, SH di Jl. Maccini Gusung Lr. 75E Makassar 20 tahun lalu. Waktu itu kelompok tersebut hadir sebagai jawaban atas tanggung jawab untuk meneruskan tradisi reuni tahunan yang sudah dirintis sebelumnya oleh KASS (Kerukunan Angkatan Sembilan Satu) SMA Negeri 1 Majene.

Di kelompok KASS itu, saya mengenal beberapa senior yang hingga jika ketemu sekarang pun, rasanya koq…tiba-tiba saya menjadi anak SMP lagi. Itu lantaran mereka sudah kakak kakak SMA waktu saya masih SMP. Mereka itu misalnya kak Muhammad Jaun, kak Ilman, kak Cahaya Darwis, kak Ishak Fahmi (almarhum), kak Asliah Pattola, kak Hardiah Mustafa, Kak Achiel dan kakak sekaligus simpeku di Perkumpulan beladiri Kempo Majene era 90-an, kak Rahmat.

Kembali ke IAL 94, pada rapat di rumah Lela yang, kalo tak salah ingat, dihadiri oleh Rudi, Hans, Musjad, Mirfan, Nunung, Amda, Fatmiah, Athik dan teman lain ditunjuklah ketua IAL ‘94 yang pertama yaitu teman kita Muhammad Musjad KM. Kalau tak salah, saya wakil atau sekretaris. Sementara bendaharanya adalah Ainun Mardiyah.

Rapat-rapat untuk merumuskan konsep dan proses pelaksanaan reuni alumni yang selanjutnya dilakukan di berbagai tempat. Paling sering adalah di rumah ketua IAL ‘94 waktu itu, rumahnya Musjad di BTP, Makassar. Saya masih ingat waktu itu Amjad belum bisa banyak berkontribusi sebab sedang ikut bimbingan tes (?) atau semacamnya, yang akhirnya beliau lulus masuk FK setahun setelahnya.
Rumah Musjad di BTP besar dan mewah. Saya suka sebab ada tape-nya keluaran terbaru di masa itu. Tape itu selain bisa memutar kaset,  di bagian atasnya ada ceruk khusus untuk memutar CD. Lagu-lagu yang diputar juga keren-keren; Padi, Dewa dan Iwan. Beberapa CD lain lagu-lagu barat. Keren, pokoknya. Belum lagi, kantong tengah terjamin kalau rapat di sana karena Ketua hobbi traktir orang-orang yang rapat. Asik dan asik pokoknya.

Akhirnya setelah mencari dana dengan berbekal proposal yang dibuat oleh sepupunya bendahara IAL, kak Fadilah Mindarti, yang di masa itu adalah senior saya di FK Unhas, kami pun keluar masuk kantor, mengunjungi donatur potensial. Selain itu, IAL ’94 juga menggelar beberapa bazaar, termasuk yang di Restoran Dona-Doni. Seru sekali upaya mencari dana itu. Saya ingat mengajak semua teman-teman terdekat saya dari FK untuk datang membeli kupon bazaar. Di antara yang saya bisa pastikan ikut adalah dr. Siti Nurrohmiati (saat ini tugas di Kalimantan). Saking seriusnya urus bazaar, kami lari-lari (eh.. naik becak ke sana kemari bolak balek cari tempat sholat sebab ternyata pada waktu itu, kalau tak salah, tak ada ruang untuk sholat di sekitar situ)

Walhasil, berhasil juga upaya kami untuk melaksanakan acara reuni. Sekretariat dadakan dan logistic acara di-drop dari rumahnya teman kami Fatmiah, yang tak jauh dari lokasi acara yaitu Gedung Assamalewuang. Di masa itu, dapat saya pastikan bahwa Assamalewuang masih lagi merupakan salah satu, jika bukan satu-satunya, gedung termegah di wilayah yang saat ini kita sebut Sulawesi Barat. Acara kami dimulai sekitar waktu Isya. Hadir banyak sekali tamu, di antaranya, jika tak salah adalah Bupati Majene di kala itu, Kapolres, Dandim (?) Kepala Kantor Urusan Agama, Ketua DPRD, dan tamu lain. Di antara guru-guru kami ada pak Malik (almarhum), pak Ka’do’, pak Ramadhan, ibu Chia’ (duh.. kangen sama ibu!) dan guru lain. Pak Tahir (almarhum), guru mate-matika kami dan guru favoritku, beliau tak hadir sebab rumah beliau jauh.

Acara hiburan berupa drama komedi. Lupa bagaimana ceritanya yang asli tapi tampaknya lucu sebab ada suasana mudik di atas panggung. Yang membuat terpingkal adegan seseorang mengangkat karton sebesar kulkas berjalan terbungkuk-bungkuk di terminal.

Kami memakai kostum seragam. Baju batik berwarna coklat. Karena bajunya dijahit tanpa mengukur saya, atau mungkin karena saya membesar tiba-tiba (?) maka pada malam puncak acara saya ingat lengannya kependekan dan saya seperti memakai baju orang lain. Kerepotan lainnya adalah, karena saya lupa membawa rok panjang hitam dari kampong saya yang 30km dari lokasi acara. Roknya pun berakhir seperti bajunya. Tapi ini asli, rok pinjaman dari orang lain. Hasilnya bisa diduga,  kurang lebih seperti pengungsi yang bajunya sudah hanyut semua, jadi tinggal pake baju orang. Aih sudahlah. Sudah nasib seperti itu. Lagi pula, salah sendiri, sibuk mengurusi acara dan tidak sibuk mengurusi kostum.

 Tapi acara sukses. Tampaknya, di masa itu belum lazim diperkenalkan konsep kue masuk di kantung kertas seperti hadiah, karena biasanya kue masuk ke kotak kue, seperti yang akhirnya bertahan hingga sekarang ini. Tapi kalau tak salah konsumsi di malam acara itu, khusus untuk tamu umum, dimasukkan ke  kantung kertas. Untuk tamu khusus, tampaknya pake bosara. Isinya saya lupa persisnya apa. Saya juga lupa apakah kue itu dipesan seluruhnya atau ada yang dibuat sendiri oleh kami.

Setelah acara reuni di malam itu, saya tak pernah lagi terlibat dalam reuni lainnya yang diadakan oleh angkatan lain di bawah kami. Saya jarang pulang lama sebab jadwal kuliah terlalu padat. Jangankan libur, napas aja susah di masa-masa itu. Tampaknya ada acara reuni lagi dan tampaknya tradisi reuni masih ada hingga sekarang. 

Belakangan, setelah teman-teman yang tinggal di wilayah Sulawesi Barat, khususnya yang bekerja di Majene kembali sering bertemu, saya kerap membaca kabar sejuk tentang acar kumpul-kumpul, arisan, traktiran, dan akhirnya reuni 20 tahun. Ide yang sangat baik. Sayangnya, saya hanya bisa turut berbahagia menyaksikan foto-foto dan wajah-wajah ceria dan segar teman yang berkumpul bersama hari itu, Reuni 20 tahun Ikatan Alumni (IAL) ’94, Majene. Ada ibu Sri Hamdani, pak dr. Amjad, ibu Nasriah, ibu Husnayani, ibu … bapak.. ah semua sudah berhasil. Guru-guru kita di SMA Negeri 1 Majene pastinya sangat bangga dengan murid-muridnya lulusan tahun 94. Bukan hanya sudah berhasil, tetapi pula masih tetap rukun, damai, adem, ayem. Meski ada juga yang tetap maroca’ dan ceria plus meriah seperti dulu. Iya toh?

 Dan, masih ingatkah motto IAL ‘94 yang kita rumuskan hari itu 20 tahun lalu?
 “Bersama, kita jadikan esok lebih baik”

Ini adalah esok dari hari yang 20 tahun lalu itu. Tapi karena kita masih bersama, esok yang lain pula menunggu untuk diraih.

Keep in touch, dear Friends!   

Tuesday 5 August 2014

Menuju Lokasi Ujian Masuk Perguruan Tinggi

Hari ini saya bertugas mengawas di Ujian Masuk Mandiri UIN Alauddin Makassar. Lokasi mengawas saya di Ruang IPC 48, Gedung AD 1 Fakultas Adab kampus 1 UINAM. Ada 2 peserta yang tak hadir dari total 20 peserta. Sebagai pengawas, kami bertugas menjaga kelancaran ujian. Membantu peserta dalam hal teknis administratif, termasuk mengecek benar tidaknya cara mereka mengisi lembar jawaban, pada kolom identitas peserta.



Beberapa peserta ujian tiba di lokasi tanpa persiapan yang maksimal, lupa kartu ujian, tak bawa bolpoin dan papan penyangga kertas. Semua tentu sangat mempengaruhi konsentrasi ujian seorang peserta.

Untuk itulah, sebelum ke lokasi ujian, perikasa dulu apakah barang-barang tas sudah mendukung untuk "bertempur" di lokasi ujian? Berikut ini beberapa barang yang sebaiknya dipersiapkan:
  1. Kartu ujian
  2. Foto kopi ijazah
  3. Pensil untuk komputer, biasanya kode 2B, yang sudah teraut tajam, sebaiknya dipersiapkan agak banyak agar tidak meraut selagi dalam masa ujian, ujung pensil ditutup agar tidak patah,
  4. Ballpoin atau pulpen biasa, bukan yang dengan tinta cair dan merembes, tinta warna hitam
  5. Beberapa karet penghapus, sebab karet penghapus kerap memperkotor lembar jawaban, jadi sebaiknya membawa beberapa karet penghapus
  6. Papan penjepit kertas agar lembar jawaban dapat dilindungi dari kembungkinan terlipat ketika mengerjakan soal,
  7. Map plastik untuk menyimpan dokumen ujian seperti ijazah dan kartu ujian. Tas kecil atau kotak pensil untuk menyatukan semua peralatan tulis,
  8. Membawa jam tangan untuk mengantisipasi waktu,Kertas tissue untuk melap keringat dan menjaga agar meja ujian bersih
  9. Sekalipun tidak diperbolehkan membawa makanan dan minuman ke meja ujian, sebaiknya mempersiapkan bekal dari rumah sebab ujian membutuhkan bekal tenaga dan hidrasi dari minuman yang mencukupi,
  10. Kertas cakaran biasanya tak perlu sebab soal diperbolehkan untuk dimiliki peserta, jadi peserta boleh memanfaatkannya sebagai kertas cakaran untuk soal hitungan dll.